Pembacaan : 1 Raja-Raja 19:9-18
Tema : PELAYANAN YANG BERFOKUS KEPADA TUHAN
Syaloom. Damai di hati...
Kakak-kakak pembina dan adik-adik remaja yang dikasihi Tuhan Yesus,
seorang pelayan Tuhan dapat mengalami masa-masa yang sulit dan berat
dalam perjalanan hidup dan pelayanannya. Dalam masa-masa yang sulit
dan berat itu, seorang pelayan Tuhan bahkan dapat menjadi putus asa
dan ingin menyerah. Memang, masa-masa sulit dan berat akan menguji
kehidupan seseorang. Bukankah kita juga merasakan hal yang sama ketika
harus menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup? Namun demikian,
masa sulit dan berat tidak hanya menguji kehidupan orang percaya, namun
dimaksudkan juga untuk menyatakan kehendak Allah dalam hidup dan
pelayanan seseorang. Itulah yang nyata dalam hidup dan pelayanan Elia.
Kita pasti tidak pernah membayangkan bahwa seseorang dengan nama
besar seperti Nabi Elia dapat menjadi putus asa dan ingin menyerah
dalam pelayanan yang dijalankannya. Kebanyakan orang akan mengingat
kegagahan dan keberanian Elia yang seorang diri menghadapi empat ratus
lima puluh nabi Baal di gunung Karmel (1 Raj. 18:20-46). Elia dan para nabi
Baal itu bertanding untuk menunjukkan siapakah yang benar-benar hidup
dan berkuasa: TUHAN Allah Israel atau Baal. Siapa yang dapat menurunkan
api dan melahap habis korban di atas mezbah yang telah disediakan,
Dialah Allah yang hidup. Para nabi Baal gagal, bahkan ketika mereka terus
memanggil-manggil Baal sepanjang hari dan sampai menorah-noreh
tubuh mereka dengan pedang dan tombak. Elia berseru kepada TUHAN
dan turunlah api dari langit menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah, bahkan air yang ada di parit sekeliling mezbah itu. Dengan
iman yang teguh dan keberanian yang luar biasa, Elia menyatakan bahwa
TUHANlah Allah yang hidup dan bukannya Baal yang mati dan yang tidak
dapat berbuat apa-apa. Elia lantas menyembelih empat ratus lima puluh
nabi Baal itu dan menyatakan penghukuman TUHAN atas mereka. Betapa
gagah beraninya Elia menyatakan TUHAN Allah yang hidup itu!
Tindakan Elia itu disaksikan oleh raja Ahab dan diteruskannya kepada
isterinya, Izebel. Ahab dan Izebel adalah pemimpin Israel yang melakukan
apa yang jahat di mata TUHAN. Mereka menyembah Baal dan bukannya
TUHAN Allah yang hidup. Sesudah mendengar hal itu, Izebel lantas
menyuruh seorang suruhan menyampaikan pesan kepada Elia: “Beginilah
kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika
besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti
nyawa salah seorang dari mereka itu” (1 Raj. 19:1-2). Izebel bersumpah
untuk membunuh Elia. Di sinilah kesulitan besar menimpa Elia. Alkitab
mengatakan, “Maka takutlah Elia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan
nyawanya” (1 Raj. 19:3). Keberanian Elia menghadapi ratusan nabi Baal
berbanding terbalik ketika ia menerima ancaman Izebel. Elia menjadi
takut, bahkan sampai pada perasaan putus asa dan ingin menyerah.
Elia meminta TUHAN mengambil nyawanya saja (1 Raj. 19:4). Dengan
pertolongan TUHAN, Elia mendapatkan kekuatan untuk pergi ke gunung
Horeb. Di sanalah TUHAN hendak menyatakan kehendak-Nya kepada Elia.
Kakak-kakak pembina dan adik-adik remaja, Elia mengalami masa sulit
dan berat karena ancaman serius dari Izebel, tetapi TUHAN hendak
menunjukkan bagaimana cara kerja-Nya di hadapan kejahatan dan
kelaliman yang telah merasuki orang Israel. Di gunung Horeb Elia masuk
ke sebuah gua dan bermalam di situ. TUHAN berfirman kepadanya, “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Atas pertanyaan TUHAN ini, Elia mengeluarkan
segala keluh kesahnya di hadapan TUHAN. “Aku bekerja segiat-giatnya bagi
TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjianMu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu
dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka
ingin mencabut nyawaku.” Elia menyampaikan kepada TUHAN segala
tindakan keji orang Israel, secara khusus Izebel yang telah membunuh
nabi-nabi TUHAN dan meruntuhkan mezbah-mezbah TUHAN (1 Raj. 18:4).
TUHAN menyuruh Elia keluar dari gua itu dan berdiri di atas gunung itu di
hadapan TUHAN. Di sinilah TUHAN menunjukkan kehendak-Nya yang tidak
sepenuhnya dimengerti oleh Elia. Sesuatu yang besar dan dahsyat terjadi
di hadapan Elia: “Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah
gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN.
Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah
gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu
datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu
datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa.” Alkitab mengatakan, sesudah Elia
mendengar bunyi angin sepoi-sepoi basa itu, ia menyelubungi mukanya
dengan jubahnya. Apa yang terjadi dengan Elia? Dalam peristiwa yang
dahsyat yang terjadi di hadapan Elia itu, ia menjadi sadar bahwa cara kerja
TUHAN dalam menyatakan kehendak-Nya tidaklah selalu melalui hal-hal
dan tanda- tanda yang besar dan dahsyat. Dalam angin yang besar dan
kuat itu, dalam gempa itu, dan dalam api itu, tidak ada TUHAN di sana.
Justru dalam bunyi angin sepoi-sepoi itulah, Elia menyadari TUHAN ada
di sana menyatakan kehendak-Nya. Apakah kehendak TUHAN yang justru
nyata dalam sesuatu yang biasa-biasa itu?
Kakak pembina dan adik-adik remaja, tempat di mana TUHAN menyatakan
kehendak-Nya kepada Elia itu adalah tempat yang sama di mana TUHAN menyatakan kehendak-Nya kepada Musa. Dalam Keluaran 34 dikisahkan
TUHAN yang menyuruh Musa pergi ke atas gunung Sinai (Horeb) untuk
menerima dua loh batu yang berisi Sepuluh Perintah Allah, dan di sana
TUHAN menyatakan kehendak-Nya: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang
dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang
meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni
kesalahan, pelanggaran dan dosa” (Kel. 34:6-7). Kehendak Allah yang
dinyatakan pada Elia melalui angin sepoi-sepoi itu adalah bahwa TUHAN
hendak menyatakan panjang sabar-Nya kepada orang Israel, supaya
mereka berbalik dari dosa-dosa mereka dan kembali menyembah TUHAN.
TUHAN dapat bertindak dengan dahsyat melalui hal-hal besar seperti angin,
gempa, dan api untuk menghukum orang Israel, tetapi TUHAN menyatakan
sifat-Nya sebagai Allah yang memberi kesempatan supaya orang bertobat
dan menyadari bahwa Allah itu panjang sabar dan berlimpah kasih
setia-Nya. Elia mungkin mengharapkan agar TUHAN segera bertindak
dengan dahsyat, menghukum Izebel dan orang-orang Israel yang telah
menyimpang menyembah Baal, namun Elia disadarkan bahwa cara kerja
TUHAN tidak seperti yang dikehendaki Elia. Sesudah menyadari sifat Allah
dan kehendak-Nya atas orang Israel agar mereka bertobat, Elia diberi
penugasan oleh TUHAN untuk mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram,
Yehu menjadi raja atas Israel, dan Elisa menjadi nabi menggantikan dirinya.
Pada penugasan ini jugalah Allah menyadarkan Elia sesuatu yang sangat
penting. Dalam pelayanan Elia kepada Israel, Elia merasa sendirian dan
berpikir bahwa tidak ada harapan lagi bagi Israel yang telah menyembah
Baal, namun TUHAN menunjukkan bahwa Elia tidak sendirian. Ada tujuh ribu
orang di Israel, yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak
mencium Baal (1 Raj. 19:18). Bukankah kedahsyatan dan keajaiban Allah
justru semakin dinyatakan di dalam panjang sabar-Nya dalam menantikan
orang berdosa agar kembali dan bertobat kepada-Nya? Elia menjadi tahu kehendak Allah sepenuhnya dan dibangunkan kembali dari rasa putus asa
yang dialaminya.
Kakak pembina dan adik-adik remaja yang dikasihi Tuhan Yesus, seorang
pelayan Tuhan harus menampakkan karakter yang mencerminkan TUHAN
yang dilayani-Nya, yakni dalam menghadapi orang-orang di ladang
pelayanan. Sebagai pembina remaja, kita mungkin menghadapi para
remaja yang begitu sulit dibina, yang hidupnya jatuh dalam berbagai
dosa dan kenikmatan dunia, dan yang kadang-kadang di mata kita “tidak
mungkin berubah dan bertobat.” Demikian juga para remaja dalam
menghadapi teman-teman yang masih hidup dalam dosa atau mungkin
anggota keluarga yang hidupnya belum kunjung berubah. Kita harus
mengingat hal ini, yakni bahwa TUHAN itu Allah yang panjang sabar dan
berlimpah kasih setia-Nya. Melalui pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu
salib kita menjadi sadar, bahwa kasih Allah demikian besar agar orangorang berdosa diselamatkan. Biarlah kita menyatakan komitmen, soliditas,
dan integritas sebagai anak-anak Tuhan, yakni sebagaimana kita telah
diselamatkan dari hidup kita yang lama karena panjang sabarnya Allah,
maka kita juga mendoakan hal yang sama terjadi dalam hidup orang lain.
Jangan berhenti melayani, sebab Allah bekerja di dalam dan melalui kita
untuk menggenapi rencana-Nya bagi keselamatan dunia. Amin.