Sabtu, 30 April 2022

Renungan 1-7 Mei 2022 (Bina Remaja)

Pembacaan    : 1 Raja-Raja 19:9-18
Tema            : PELAYANAN YANG BERFOKUS KEPADA TUHAN

Syaloom. Damai di hati... 
Kakak-kakak pembina dan adik-adik remaja yang dikasihi Tuhan Yesus, seorang pelayan Tuhan dapat mengalami masa-masa yang sulit dan berat dalam perjalanan hidup dan pelayanannya. Dalam masa-masa yang sulit dan berat itu, seorang pelayan Tuhan bahkan dapat menjadi putus asa dan ingin menyerah. Memang, masa-masa sulit dan berat akan menguji kehidupan seseorang. Bukankah kita juga merasakan hal yang sama ketika harus menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup? Namun demikian, masa sulit dan berat tidak hanya menguji kehidupan orang percaya, namun dimaksudkan juga untuk menyatakan kehendak Allah dalam hidup dan pelayanan seseorang. Itulah yang nyata dalam hidup dan pelayanan Elia.

Kita pasti tidak pernah membayangkan bahwa seseorang dengan nama besar seperti Nabi Elia dapat menjadi putus asa dan ingin menyerah dalam pelayanan yang dijalankannya. Kebanyakan orang akan mengingat kegagahan dan keberanian Elia yang seorang diri menghadapi empat ratus lima puluh nabi Baal di gunung Karmel (1 Raj. 18:20-46). Elia dan para nabi Baal itu bertanding untuk menunjukkan siapakah yang benar-benar hidup dan berkuasa: TUHAN Allah Israel atau Baal. Siapa yang dapat menurunkan api dan melahap habis korban di atas mezbah yang telah disediakan, Dialah Allah yang hidup. Para nabi Baal gagal, bahkan ketika mereka terus memanggil-manggil Baal sepanjang hari dan sampai menorah-noreh tubuh mereka dengan pedang dan tombak. Elia berseru kepada TUHAN dan turunlah api dari langit menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah, bahkan air yang ada di parit sekeliling mezbah itu. Dengan iman yang teguh dan keberanian yang luar biasa, Elia menyatakan bahwa TUHANlah Allah yang hidup dan bukannya Baal yang mati dan yang tidak dapat berbuat apa-apa. Elia lantas menyembelih empat ratus lima puluh nabi Baal itu dan menyatakan penghukuman TUHAN atas mereka. Betapa gagah beraninya Elia menyatakan TUHAN Allah yang hidup itu!

Tindakan Elia itu disaksikan oleh raja Ahab dan diteruskannya kepada isterinya, Izebel. Ahab dan Izebel adalah pemimpin Israel yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN. Mereka menyembah Baal dan bukannya TUHAN Allah yang hidup. Sesudah mendengar hal itu, Izebel lantas menyuruh seorang suruhan menyampaikan pesan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu” (1 Raj. 19:1-2). Izebel bersumpah untuk membunuh Elia. Di sinilah kesulitan besar menimpa Elia. Alkitab mengatakan, “Maka takutlah Elia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya” (1 Raj. 19:3). Keberanian Elia menghadapi ratusan nabi Baal berbanding terbalik ketika ia menerima ancaman Izebel. Elia menjadi takut, bahkan sampai pada perasaan putus asa dan ingin menyerah. Elia meminta TUHAN mengambil nyawanya saja (1 Raj. 19:4). Dengan pertolongan TUHAN, Elia mendapatkan kekuatan untuk pergi ke gunung Horeb. Di sanalah TUHAN hendak menyatakan kehendak-Nya kepada Elia.

Kakak-kakak pembina dan adik-adik remaja, Elia mengalami masa sulit dan berat karena ancaman serius dari Izebel, tetapi TUHAN hendak menunjukkan bagaimana cara kerja-Nya di hadapan kejahatan dan kelaliman yang telah merasuki orang Israel. Di gunung Horeb Elia masuk ke sebuah gua dan bermalam di situ. TUHAN berfirman kepadanya, “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Atas pertanyaan TUHAN ini, Elia mengeluarkan segala keluh kesahnya di hadapan TUHAN. “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjianMu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku.” Elia menyampaikan kepada TUHAN segala tindakan keji orang Israel, secara khusus Izebel yang telah membunuh nabi-nabi TUHAN dan meruntuhkan mezbah-mezbah TUHAN (1 Raj. 18:4). TUHAN menyuruh Elia keluar dari gua itu dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN. Di sinilah TUHAN menunjukkan kehendak-Nya yang tidak sepenuhnya dimengerti oleh Elia. Sesuatu yang besar dan dahsyat terjadi di hadapan Elia: “Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa.” Alkitab mengatakan, sesudah Elia mendengar bunyi angin sepoi-sepoi basa itu, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya. Apa yang terjadi dengan Elia? Dalam peristiwa yang dahsyat yang terjadi di hadapan Elia itu, ia menjadi sadar bahwa cara kerja TUHAN dalam menyatakan kehendak-Nya tidaklah selalu melalui hal-hal dan tanda- tanda yang besar dan dahsyat. Dalam angin yang besar dan kuat itu, dalam gempa itu, dan dalam api itu, tidak ada TUHAN di sana. Justru dalam bunyi angin sepoi-sepoi itulah, Elia menyadari TUHAN ada di sana menyatakan kehendak-Nya. Apakah kehendak TUHAN yang justru nyata dalam sesuatu yang biasa-biasa itu?

Kakak pembina dan adik-adik remaja, tempat di mana TUHAN menyatakan kehendak-Nya kepada Elia itu adalah tempat yang sama di mana TUHAN menyatakan kehendak-Nya kepada Musa. Dalam Keluaran 34 dikisahkan TUHAN yang menyuruh Musa pergi ke atas gunung Sinai (Horeb) untuk menerima dua loh batu yang berisi Sepuluh Perintah Allah, dan di sana TUHAN menyatakan kehendak-Nya: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa” (Kel. 34:6-7). Kehendak Allah yang dinyatakan pada Elia melalui angin sepoi-sepoi itu adalah bahwa TUHAN hendak menyatakan panjang sabar-Nya kepada orang Israel, supaya mereka berbalik dari dosa-dosa mereka dan kembali menyembah TUHAN. TUHAN dapat bertindak dengan dahsyat melalui hal-hal besar seperti angin, gempa, dan api untuk menghukum orang Israel, tetapi TUHAN menyatakan sifat-Nya sebagai Allah yang memberi kesempatan supaya orang bertobat dan menyadari bahwa Allah itu panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Elia mungkin mengharapkan agar TUHAN segera bertindak dengan dahsyat, menghukum Izebel dan orang-orang Israel yang telah menyimpang menyembah Baal, namun Elia disadarkan bahwa cara kerja TUHAN tidak seperti yang dikehendaki Elia. Sesudah menyadari sifat Allah dan kehendak-Nya atas orang Israel agar mereka bertobat, Elia diberi penugasan oleh TUHAN untuk mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram, Yehu menjadi raja atas Israel, dan Elisa menjadi nabi menggantikan dirinya. Pada penugasan ini jugalah Allah menyadarkan Elia sesuatu yang sangat penting. Dalam pelayanan Elia kepada Israel, Elia merasa sendirian dan berpikir bahwa tidak ada harapan lagi bagi Israel yang telah menyembah Baal, namun TUHAN menunjukkan bahwa Elia tidak sendirian. Ada tujuh ribu orang di Israel, yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak mencium Baal (1 Raj. 19:18). Bukankah kedahsyatan dan keajaiban Allah justru semakin dinyatakan di dalam panjang sabar-Nya dalam menantikan orang berdosa agar kembali dan bertobat kepada-Nya? Elia menjadi tahu kehendak Allah sepenuhnya dan dibangunkan kembali dari rasa putus asa yang dialaminya. 

Kakak pembina dan adik-adik remaja yang dikasihi Tuhan Yesus, seorang pelayan Tuhan harus menampakkan karakter yang mencerminkan TUHAN yang dilayani-Nya, yakni dalam menghadapi orang-orang di ladang pelayanan. Sebagai pembina remaja, kita mungkin menghadapi para remaja yang begitu sulit dibina, yang hidupnya jatuh dalam berbagai dosa dan kenikmatan dunia, dan yang kadang-kadang di mata kita “tidak mungkin berubah dan bertobat.” Demikian juga para remaja dalam menghadapi teman-teman yang masih hidup dalam dosa atau mungkin anggota keluarga yang hidupnya belum kunjung berubah. Kita harus mengingat hal ini, yakni bahwa TUHAN itu Allah yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Melalui pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib kita menjadi sadar, bahwa kasih Allah demikian besar agar orangorang berdosa diselamatkan. Biarlah kita menyatakan komitmen, soliditas, dan integritas sebagai anak-anak Tuhan, yakni sebagaimana kita telah diselamatkan dari hidup kita yang lama karena panjang sabarnya Allah, maka kita juga mendoakan hal yang sama terjadi dalam hidup orang lain. Jangan berhenti melayani, sebab Allah bekerja di dalam dan melalui kita untuk menggenapi rencana-Nya bagi keselamatan dunia. Amin. 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More